Saat ini, segala persiapan pun tengah berjalan. Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat sendiri sudah mengeluarkan izin bagi beberapa perusahaan untuk meluncurkan robot penambang mereka. Hingga kini, sudah ada beberapa perusahaan luar angkasa yang berlomba untuk meluncur ke ruang angkasa.
Salah satunya adalah Moon Express. Perusahaan ini sudah mendapat izin untuk meluncurkan misi ke bulan pada akhir tahun lalu. Bisa dikatakan, Moon Express merupakan perusahaan penambangan bulan terdepan di dunia. “Kami pergi ke bulan bukan karena mudah. Namun, karena itu menguntungkan,” jelas Naveen Jain, Co-Founder dan Chairman Moon Express, sebagaimana dilansir dari Digital Trends.
Dengan simpanan lebih dari 45 juta dolar, Moon Express sudah mengantongi izin dari Federal Aviation Administration untuk bisa terbang ke bulan. Meski begitu, rekan kerja mereka dari Lab Roket Amerika Serikat belum berhasil menebangkan satu roket pun ke luar angkasa.
Selain Moon Express, ada juga perusahaan lain yang kini tengah memiliki misi untuk menambang di luar angkasa, yakni Deep Space Industries (DSI) dari Mountain View, California, dan Planetary Resources dari Redmond, Washington.
Memang, kedua perusahaan tersebut tidak fokus untuk menambang di bulan. Namun, mereka mengincar untuk melakukan penambangan asteroid yang mengorbit di dekat Bumi (Near Earth Asteroids). Sebab, letaknya lebih dekat dengan Bumi sehingga lebih mudah diakses ketimbang bulan.
Sementara itu, NASA juga sudah menyiapkan misi bersama Caterpillar Inc. Caterpillar merupakan perusahaan mesin tambang besar. Kerja sama ini dilakukan untuk membangun “Operasi Pemindahan Develop Degolith”. Regolith adalah lumpur bulan yang diperkirakan bisa digunakan untuk membangun perangkat luar angkasa. Misi ini diperkirakan akan meluncur pada 2020.
Mineral bernilai sejuta triliun rupiah
Diperkirakan, mineral yang ditambang di bulan bisa bernilai kuantiliun (sejuta triliun) rupiah.
Mineral-mineral yang diincar para miliuner ini diantaranya adalah berbagai bahan metal berharga dan isotop langka. Salah satu isotop yang berharga adalah Helium-3. Saat ini, harganya diperkirakan mencapai 40.000 USD (Rp532 juta) per ons. Sebagai perbandingan, harga emas saat ini sekitar 1.200 USD (Rp16 juta) per ons.
Isotop ini bisa digunakan sebagai sumber energi alternatif yang efisien. Bisa digunakan untuk fusi di reaktor. Helium-3 seberat 110 kg bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di sebuah kota kecil selama setahun.
Harga mineral dan isotop langka di bulan memang bisa dijual mahal. Namun, perlu harga mahal pula untuk menambangnya. Pada zaman dulu, NASA memerlukan biaya hingga 200 juta USD untuk meluncurkan roket.
Saat ini, perusahaan seperti SpaceX, United Launch Alliance, dan Orbital ATK berhasil melakukan inocasi dengan cara menurunkan harga peluncuran jadi hanya 10.000 USD saja. SpaceX berharap bisa menurunkan biaya ini jadi hanya 1.000 USD dalam beberapa tahun ke depan.
“Bukan tugas NASA untuk berinovasi,” jelas Naveen Jain.
Ia menjelaskan bahwa tugas NASA adalah untuk menciptakan dasar pengetahuan dan penelitian luar angkasa. Sedangkan tugas para pengusaha adalah untuk keluar dan mengomersialisasikan, mengurangi biaya peluncuran, serta menciptakan bisnis.
Sementara itu, Google sendiri menyediakan 30 juta USD sebagai hadiah untuk kompetisi Lunar X Prize. Kompetisi ini melibatkan insinyur dan para pengusaha untuk menciptakan metode eksplorasi luar angkasa dengan biaya terjangkau.