Home  »  Tips & Guide   »  
Tips & Guide

Perlukah Asuransi Kesehatan Gigi?

 

Mulut kita penuh dengan bakteri. Namun, bagi yang tahu cara merawat gigi yang baik, yakni dengan rajin gosok gigi di waktu yang tepat—saat usai sarapan dan sebelum tidur malam—sebenarnya hal tersebut tak akan jadi masalah. Namun sepertinya banyak orang yang menyepelekan hal ini. Termasuk di Indonesia. Dr. drg. Zaura Rini Anggraeni, MDS, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) periode 2011-2014 (www.republika.co.id, 12 September 2012) mengatakan bahwa ternyata 70 persen orang di Indonesia pernah mengalami masalah dengan giginya. Dari 240 juta penduduk Indonesia, sekitar 168 juta orang pernah mengalami gigi berlubang hingga lima gigi. Parahnya, gigi yang bisa diselamatkan alias bisa ditambal hanya berkisar 25 persen, sementara sisanya harus dicabut.

Hal senada juga diungkap oleh drg Farichah Hanum MKes—yang saat ini menjabat Ketua PDGI periode 2014-2017—dalam acara Bulan Kesehatan Gigi Nasional di Semarang November 2014 silam (www.berita.suaramerdeka.com, 14 November 2014).  Hanum menyebutkan bahwa perilaku gosok gigi penduduk Indonesia memang masuk peringkat bawah dari berbagai negara di dunia.

Padahal, jika melihat dampaknya, sakit gigi bukan sesuatu yang bisa disepelekan. Menurut drg Emir M Muis (www.inilah.com, 4 Januari 2012), sakit gigi ternyata menjadi salah satu faktor pemicu sakit jantung. Ia mengatakan, gigi yang jarang dibersihkan sangat mudah dimasuki kuman. Inilah yang bisa menembus ke pembuluh darah dan akhirnya mengumpul di jantung sebagai plak yang bisa menghambat aliran darah ke jantung. Jika dibiarkan, jantung akan terganggu kerjanya akibat penyumbatan jantung. Jika tak dilakukan tindakan yang tepat, kondisi tersebut bisa mengakibatkan kematian.

Baca Juga:  Ini Dia Tips Menjadi Freelancer yang Baik

Potensi kematian akibat sakit gigi

Kematian akibat sakit gigi bukan berita yang bisa dianggap angin lalu. Pelawak Leysus—eks anggota grup lawak Srimulat—menurut catatan drg. Martha Mozartha, meninggal akibat sakit gigi yang tak dirawat. (www.klikdokter.com, 4 Februari 2014)

Kasus serupa juga pernah terjadi di Amerika Serikat. Pada tahun 2007, ada seorang bocah bernama Deamonte Driver (www.washingtonpost.com, 28 Februari 2007) yang menderita sakit gigi. Infeksi pada giginya dibiarkan saja karena keluarganya tak punya biaya. Akibatnya, infeksi itu tembus sampai ke otak bocah berusia 12 tahun itu. Setelah dirawat selama enam mingguan, Driver akhirnya meninggal. Kasus tersebut sempat jadi pemberitaan cukup ramai di Amerika. Sebab, jika Driver punya biaya mencabut gigi senilai US$80 saja, kemungkinan nasibnya akan berbeda. Yang terjadi saat itu, keluarganya hanya punya perlindungan asuransi minimal, sehingga sulit untuk mendapatkan akses perawatan gigi secara cepat dan tepat.


Biaya perawatan gigi menurut drg. Arni Maharani (www.klikdokter.com, 22 Januari 2015) memang relatif cukup mahal. Ia menyebut  biaya perawatan pemutihan gigi di salah satu klinik di Jakarta menetapkan biaya Rp3,5 juta dan untuk biaya pembersihan  karang gigi berkisar Rp300 ribu. .  Sandra (35), seorang pegawai di sebuah media massa nasional mengatakan, ia pernah menderita sakit gigi yang cukup parah. Akibat tidak ke dokter gigi lebih dini, giginya membusuk. Untuk merawat giginya itu, ia mengaku habis dana Rp7 jutaan. Beruntung, ia mendapat ganti separuh harga dari klaim asuransi kesehatan gigi yang diberikan kantornya. Lain lagi dengan Lenny (39), seorang sekretaris di perusahaan swasta di Jakarta. Dengan gamblang ia mengaku, “Perawatan gigi bikin bokek.” Lenny mencontohkan, untuk perawatan saraf gigi, ia bisa habis Rp2 juta. Jika sampai operasi, biayanya paling tidak Rp4 juta. Biaya itu belum termasuk ketika harus kontrol yang memerlukan dana Rp250 ribu untuk sekali kunjungan. Ia mengatakan, semua itu harus ditanggungnya sendiri karena tak memiliki jaminan asuransi kesehatan gigi.

Baca Juga:  Beasiswa Pendidikan Sebagai Solusi Alternatif Keuangan

Pentingnya asuransi kesehatan gigi

Asuransi kesehatan gigi di Indonesia memang belum cukup populer. Kebanyakan, asuransi gigi ditanggung bersamaan dengan asuransi kesehatan yang diberikan oleh perusahaan. Karena itu, jumlah pertanggungan yang diberikan biasanya kurang maksimal. Seperti kisah Sandra, ia hanya mendapat penggantian separuh dari asuransi yang dipilih kantornya. Itu saja sebenarnya ia sudah cukup beruntung. Apalagi jika dibandingkan dengan Lenny yang harus membayar semua biaya perawatan giginya sendiri.

Untungnya, belakangan ini mulai muncul beberapa asuransi yang menawarkan perawatan kesehatan gigi yang bisa dibayarkan secara individu. Sebagaimana dirangkum dari beberapa situs perusahaan asuransi yang menyediakan asuransi kesehatan gigi, pada dasarnya asuransi jenis ini dibagi dalam tiga kategori. Pertama, yakni asuransi yang menanggung perawatan gigi yang sifatnya pencegahan, seperti pembersihan rutin; kedua adalah perawatan dasar seperti penambalan dan perbaikan saluran akar gigi. Sedangkan yang ketiga adalah perawatan yang sifatnya kompleks seperti pembedahan, pembuatan gigi palsu, hingga implantasi gigi. 

Pada dasarnya, tanggungan yang diberikan perusahaan asuransi sudah dipatok sesuai dengan paket yang diambil nasabah. Makin kompleks jenis tanggungan yang diberikan, makin mahal pula uang premi yang harus dibayarkan. Anda dapat mencari informasi melalui internet untuk mengetahui manfaat apa saja yang bisa diberikan sesuai dengan kategori masing-masing perusahaan.

Baca Juga:  Tutorial: Cara Mudah Menyimpan Video Instastory

Sekarang, pilihan ada di tangan Anda. Yang pasti, jika menilik apa yang dialami Sandra dan Lenny, asuransi kesehatan gigi akan memberikan berbagai solusi perawatan kesehatan gigi. Apalagi, jika Anda termasuk orang yang berisiko terkena sakit gigi karena cenderung mengabaikan cara merawat gigi yang baik dan benar.

Sebarkan informasi ini pada teman-teman melalui fitur jejaring sosial. Bagikan pula komentar Anda terkait dengan masalah gigi.