Tak bisa dipungkiri, perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini sudah memberikan pengaruh besar bagi masyarakat. Tidak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Sebagai contoh, banyak anak yang sedari dini sudah dijejali smartphone. Akibatnya, banyak dari mereka yang seolah kehilangan waktu bermain anak-anak yang sesungguhnya karena asyik menatap layar smartphone.
Menanggapi fenomena ini, seorang ahli rehabilitasi di Harley Street London, Mandy Saligari mengungkapkan bahwa memberikan anak-anak smartphone sama halnya dengan memberi mereka satu gram kokain, yang akan membuat mereka kecanduan. Sedangkan waktu yang dihabiskan mereka untuk bermain media sosial seperti Snapchat dan Instagram, sama dengan kecanduan terhadap narkoba dan alkohol.
Menurutnya, para orangtua harus lebih memperhatikan kebiasaan anak-anak mereka dalam bermain. Ia selalu mengingatkan kepada orangtua bahwa memberi anak-anak tablet atau smartphone sama dengan memberi mereka sebotol anggur. Karena berdasarkan penelitian, pola otak yang ditimbulkan oleh kecanduan smartphone sama halnya dengan pola otak yang ditemukan pada pecandu narkoba.
Saligari juga menyebutkan, klien yang datang pada klinik rehabilitasi tersebut adalah para remaja yang masih berusia 13-14 tahun. Anak-anak ini memiliki kebiasaan mengurung diri dengan bermain smartphone, sehingga tidak sedikit dari mereka yang terlibat dalam sexting dan menganggap hal tersebut normal.
Melalui smartphone dan media sosial, anak-anak dan remaja akan cenderung mengeksploitasi diri mereka dan mengalami krisis identitas.
Sebuah surveiĀ terbaru yang dilakukan terhadap 1.500 orangtua, ditemukan bahwa rata-rata anak-anak di Inggris mendapatkan ponsel pertama mereka saat berumur 7 tahun danĀ smartphone di umur 10 tahun. Jadi, bisa dibayangkan seperti apa kecanduan yang akan dialami oleh anak-anak jika tidak dilakukan pengawasan yang ketat dari para orangtua.
Lebih rentan terserang masalah kesehatan mata
Lebih jauh lagi, anak-anak yang kecanduan smartphone ternyata lebih rentan terserang masalah kesehatan mata. Sebab, mereka terlalu lama menatap layar ponsel. Hal ini diketahui dari penelitian di Korea Selatan, yang dipublikasikan melalui jurnal kesehatan BC Opthalmology.
Melansir dari laman Wall Street Journal, dalam penelitan tersebut, ditemukan bahwa anak yang menghabiskan lebih banyak waktunya untuk berinteraksi dengan smartphone, lalu jarang melakukan aktivitas di luar ruangan, cenderung lebih mudah terkena penyakit mata kering.
Pasalnya, saat menatap layar smartphone, gadget, komputer atau sejenisnya, kedipan mata otomatis berkurang. Karena kedipan tersebut berkurang, lapisan air mata jadi lebih mudah menguap dan rentan membuat mata kering.
Layar smartphone sendiri berukuran kecil, sehingga mesti dilihat dalam jarak yang lebih dekat. Menurut peneliti, hal ini juga turut membuat mata jadi lebih lelah.
Penyakit mata kering ini berdampak negatif pada penglihatan pengidapnya. Biasanya, penglihatan menjadi kurang baik, cenderung kabur, dan mata terasa seperti gatal. Bahkan, efek penyakit tersebut juga bisa berdampak lebih luas, yaitu pada menurunnya prestasi anak di sekolah.
Para peneliti yakin bahwa penyakit mata kering pada anak cenderung kurang terdeteksi. Karena itu, mereka menyarankan untuk mengendalikan pemakaian gadget atau smartphone oleh anak agar meminimalkan risikonya.
Para peneliti di Korea Selatan menemukan kesimpulan tersebut setelah melakukan penelitian terhadap 916 anak usia 7-12 tahun. Dari total tersebut, sebanyak 66 anak atau 6,6 persen memenuhi kriteria penyakit mata kering. Sebagai perbandingan, sebanyak 55 persen dari anak-anak itu diketahui tidak mengidap gejala penyakit mata kering sama sekali.
Sementara itu, dari total anak yang terlibat dalam penelitian, 97 persen menyebutkan bahwa mereka memakai ponsel sekitar 3,2 jam sehari. Anak-anak yang diketahui tidak mengidap gejala penyakit mata kering cenderung lebih jarang menatap layar ponsel, yakni hanya sekitar 37 menit per hari.
Selain itu, anak-anak yang bebas penyakit mata kering juga lebih senang menghabiskan waktu melakukan kegiatan di luar ruang. Rata-rata waktu yang dihabiskan di luar ruangan sekitar 2,3 jam per hari, lebih banyak dibanding anak-anak pengidap gejala mata kering yang hanya menghabiskan 1,5 jam.