Home  »  News   »  
News

Hati-Hati, Jadi Admin WhatsApp Bisa Dipenjara Jika Menyebar Berita Hoax

[Foto: thesun.co.uk]
Dewasa ini, penyebaran berita seolah begitu cepat diterima di berbagai kalangan masyarakat, entah itu berita benar atau bohong (hoax). Salah satu media yang paling sering menjadi ‘sasaran’ untuk menyebarkan berita adalah melalui aplikasi pesan instan seperti WhatsApp. Apalagi kini sudah ada grup WhatsApp.

Nah mulai sekarang, sepertinya ada perlu berhati-hati jika ingin menyebarkan berita yang belum tentu benar. Pasalnya, di beberapa negara sudah menerapkan aturan baru terkait peredaran berita hoax di grup percakapan WhatsApp.

Di Malaysia misalnya, admin grup WhatsApp bisa mendapat masalah besar jika grup yang dikelolanya menyebarkan berita hoax. Admin tersebut bisa dituntut hukuman penjara.

Hal tersebut diungkapkan oleh Johari Gilani selaku Deputi Menteri Komunikasi Malaysia. Menurutnya, hukum yang ada saat ini bisa digunakan untuk menjerat pengguna aplikasi WhatsApp yang menyebarkan tautan berisi berita bohong.

“Admin grup bisa dipanggil untuk mendampingi investigasi. Tindakan hukum yang diberikan nantinya tergantung pada fakta dan bukti pada masing-masing kasus,” terangnya, sebagaimana dilansir dari Mashable.

Johari menjelaskan, masalah berita bohong tersebut diatur dalam Undang-undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia Tahun 1998. Undang-undang tersebut memang menjadi dasar acuan hukum mengenai persebaran berita hoax. Selain itu, di dalamnya juga mencantumkan acuan mengenai pencemaran nama baik, hasutan, penipuan dan penyebaran dokumen rahasia.


Karena itu, jika admin WhatsApp Group terbukti terlibat atau mengizinkan beredarnya berita hoax dan hal lain yang melanggar undang-undang, maka ia juga bisa ditangkap. “Jika admin secara langsung terlibat atau sengaja membiarkan beredarnya berita bohong dalam grup, maka dia akan dihukum,” ujar Johari.

Ia pun juga mengimbau para admin grup agar menyaring berita maupun informasi yang akan disebarkan kepada para anggotanya.

Kemudian, pernyataan soal hukuman untuk admin grup WhatsApp itu pun mendapatkan klarifikasi dari Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia. Isinya menjelaskan bahwa pada dasarnya, percakapan dalam WhatsApp, WeChat, Viber dan Telegram adalah bersifat pribadi.

Namun, pihak berwajib tetap bisa melakukan penyelidikan jika ada pihak yang keberatan dengan konten yang dibagikan dalam grup tersebut.

Di Indonesia tak terbatas pada WhatsApp saja

Indonesia adalah negara selanjutnya yang menerapkan peraturan serupa. Menkominfo Rudiantara mengungkapkan, admin atau anggota grup WhatsApp bisa dipenjara jika terbukti melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), setelah melalui proses hukum.

Melansir dari laman KompasTekno, Rudiantara menjelaskan bahwa yang bisa dipenjara tidak terbatas pada WhatsApp saja. Admin atau anggota grup media sosial atau aplikasi pesan instan lain juga bisa diperlakukan sama.

Salah satu contoh pelanggaran UU ITE yang dimaksud adalah mengenai pencemaran nama baik. Menurut Rudiantara, jika ada anggota yang merasa nama baiknya dicemarkan dalam grup WhatsApp atau media sosial dan platform pesan instan lainnya lalu melaporkan pada penegak hukum, maka laporannya bisa diproses.

“Ini kemudian diproses secara hukum dan jika dinyatakan bersalah, maka bisa berakhir dengan putusan hukuman badan (penjara),” terang Rudiantara.

Lalu, ia menambahkan bahwa peraturan itu tidak hanya berlaku untuk admin grup saja. “Dalam hal ini, contohnya memerlukan delik aduan sehingga berlaku umum untuk siapapun, bukan hanya untuk admin,” imbuhnya.

Sebagai catatan, delik aduan berarti proses hukum hanya bisa berjalan jika ada laporan dari pihak yang merasa dirugikan. Berbeda dengan delik biasa yang akan tetap diproses meski pihak yang dirugikan tidak membuat laporan.

Selain Malaysia dan Indonesia, India juga menerapkan peraturan yang serupa, yaitu admin WhatsApp dan Facebook bisa dipenjara apabila tidak bisa menghentikan berita hoax di grup yang dikelolanya.