Seorang juru bicara Tesla memberitahu Reuters bahwa yang menjadi masalah bukanlah mode autopilot ini, melainkan tindakan Luo yang tidak memegang kemudi untuk menghindari situasi seperti ini. Sebelumnya, Tesla sudah menekankan bahwa setiap kali seorang pengemudi akan menggunakan Autopilot, mereka harus tetap siaga dan siap mengambil alih kemudi jika terjadi hal-hal yang tidak terduga. Luo juga mengkonfirmasi pada Reuters bahwa pada saat itu ia memang tidak sedang memegang kemudi karena ia tengah memeriksa ponselnya pada saat itu. Tapi ia juga beralasan bahwa ketika ia membeli mobil ini, sales Tesla mengatakan bahwa mobil ini memiliki fungsi self-driving (swa kemudi).
Hal ini lah yang menjadi keluhan utama Luo, dan Reuters juga telah menanyakan pada empat konsumen Tesla yang berbeda (dan tidak saling berhubungan), bahwa staf Tesla memang menjajakan kendaraan ini seakan-akan mobil tersebut memiliki sistem yang sepenuhnya otonom. Padahal, Tesla sendiri sudah berkali-kali menegaskan bahwa fitur tersebut merupakan fitur driving assist yang hanya sekedar memandu pengemudi dan tidak sepenuhnya otonom.
Kesalahpahaman ini nampaknya disebabkan karena adanya kesalahan dalam penerjemahan kata autopilot menjadi “Zidong jihashi,” yang juga bisa berarti “self-driving” atau swa kemudi. Terlepas dari hal ini, Tiongkok memang tidak memiliki terminologi yang jelas untuk teknologi otomotif otonom dan semi-otonom.
Di luar masalah dalam hal penerjemahan istilah, sudah banyak pihak yang mengutarakan kekhawatirannya pada teknologi Autopilot yang dimiliki Tesla. Bahkan, beberapa organisasi mendesak Tesla untuk mengubah nama teknologi Autopilot itu untuk menghindari kesalahpahaman. Meskipun Tesla kerap dirundung kritik dan kecaman terhadap fitur Autopilotnya, mereka bertekad akan terus berkomitmen penuh pada fitur ini.