Pasangan keluarga Saiful (51) dan Widyawati (41) menuturkan, pada saat awal menikah ada banyak penyesuaian yang harus dilakukan. Selain dari segi usia yang berbeda 10 tahun sehingga ada sejumlah perbedaan soal gaya hidup, mereka juga harus merencanakan keuangan lebih baik bagi masa depan keluarga. Pada awal menikah, Widyawati mengatakan ia harus mulai membiasakan diri menahan diri untuk berbelanja agar bisa menabung bagi keluarga. Jika sebelum menikah dan punya gaji sendiri ia bebas mengatur penggunaan uangnya sendiri, setelah menikah ia harus menyesuaikan diri. Widyawati menyebut, sang suami yang sudah lebih terbiasa menabung membuat ia jadi lebih sadar bagaimana memiliki manajemen keuangan keluarga yang lebih baik.
Menurut Widyawati, setahun masa pernikahan adalah masa penyesuaian yang sangat ketat. Jika sebelum menikah bebas beli apa saja, setelah menikah harus memikirkan berbagai kebutuhan rumah tangga. Salah satunya, yang paling menyita porsi keuangan adalah persiapan memiliki rumah. Belum lagi setelah setahun menikah dan punya anak, berbagai persiapan biaya anak juga harus dialokasikan.
Apa yang dialami oleh Widyawati ini barangkali juga dialami oleh beberapa wanita karier lain. Penyesuaian setelah menikah memang harus jadi pilihan yang perlu disepakati dengan pasangan. Menurut perencana keuangan Prita Ghozie, setelah menikah memang akan muncul banyak pos pengeluaran baru. Semua itu menuntut pembagian keuangan berdasar prioritasnya. Anda dan pasangan harus sepakat seperti apa bentuk pengaturannya. Jika sudah jelas pengaturannya, Prita menyebutkan bahwa gaji bulanan bisa dihabiskan.[1]
Lalu apa saja sebenarnya pos keuangan terbesar yang harus diatur setelah berkeluarga? Berikut beberapa hal yang mulai bisa Anda rencanakan untuk keluarga baru Anda:
1. Pengeluaran rutin rumah tangga
Salah satu pos keuangan yang harus direncanakan setelah menikah adalah kebutuhan bulanan rumah tangga. Biaya listrik, air, telepon, serta pengeluaran lain untuk kebutuhan sehari-hari harus diperhitungkan dengan baik. Yang termasuk biaya ini adalah semua biaya pengeluaran harian, mingguan, hingga bulanan yang jika tidak dikeluarkan akan mengganggu rutinitas kehidupan rumah tangga. Untuk biaya rutin ini disarankan untuk menyisihkan maksimal 60% dari pendapatan bulanan.[2] Akan lebih baik lagi jika nilainya lebih kecil, sehingga sisanya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lainnya.
2. Persiapan memiliki rumah tinggal
Sebagaimana yang dikisahkan Widyawati, salah satu pos keuangan terbesar yang harus disisihkan setelah menikah adalah biaya untuk memiliki rumah. Untuk itu ia dan suaminya bersepakat untuk menyisihkan dana tabungan dan investasi setiap bulan dari gaji mereka berdua. Uang yang terkumpul dari hasil investasi itulah yang nantinya akan digunakan untuk membangun rumah tinggal. Hal yang mirip juga dilakukan perencana keuangan Prita Ghozie. Ia mengatakan pernah selama tujuh tahun menyiapkan dana khusus untuk membangun rumah. Dana yang ia kumpulkan diinvestasikan dalam bentuk logam mulai dan reksa dana campuran dengan perkiraan imbal hasil 15% per tahun.[3] Tapi tentu saja, hasil investasi ini bisa berbeda-beda dan punya risiko tersendiri.
3. Persiapan biaya anak dan pendidikannya
Salah satu yang harus dipikirkan sejak awal menikah adalah kebutuhan pembiayaan anak. Ini meliputi biaya kehamilan dan melahirkan, hingga persiapan biaya pendidikan anak di masa depan. Dengan kenaikan biaya pendidikan sekitar 10-15% per tahun, orang tua perlu lebih dini menyiapkan dana pendidikan anaknya. Dan karena yang disiapkan adalah biaya yang sifatnya jangka pendek, menengah, dan panjang, ada beberapa komponen investasi yang bisa digunakan sebagai bentuk perencanaan. [4] Semakin panjang waktu untuk berinvestasi, makin besar risiko yang Anda peroleh dari pilihan investasi yang Anda ambil.
4. Kebutuhan dana darurat dan proteksi
Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi masa depan. Karena itu untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan kita membutuhkan dana darurat dan proteksi. Apalagi bagi yang sudah berkeluarga dan memiliki anak. Jika sesuatu terjadi pada pencari nafkah utama keluarga, banyak hal yang terpengaruh. Apalagi soal keuangan. Itulah mengapa jika sudah berkeluarga Anda perlu mengalokasikan dana untuk proteksi seperti pembelian asuransi serta dana darurat untuk kebutuhan dana mendadak saat terjadi hal yang sifatnya darurat. Dana yang dialokasikan pada dana darurat dan dana proteksi ini minimal 10% dari pendapatan bulanan. Komposisinya bisa dibagi masing-masing minimal 5% dan keduanya harus ditempatkan pada rekening terpisah. Dana darurat untuk kepentingan jika ada kejadian mendadak, sedang dana proteksi bisa untuk alokasi perlindungan di masa depan.[5]
5. Kebutuhan dana sosial lingkungan dan kebutuhan keluarga lainnya
Kita hidup dalam lingkungan sosial. Karena itu harus pula menyisihkan sebagian dana untuk keperluan sosial, misalnya saat ada hajatan di tetangga, ada yang menikah, ada yang meninggal, hingga untuk biaya arisan. Selain itu kita kadang juga perlu memanjakan diri sendiri atau keluarga, misalnya dengan berlibur bersama. Khusus untuk biaya sosial ini, disarankan menyisihkan dana paling tidak 5% dari pendapatan bulanan. Sedangkan untuk keperluan bersenang-senang Anda bisa menyisihkan maksimal 10% dari pendapatan bulanan.[6]
Sebarkan artikel ini pada relasi Anda melalui fitur jejaring sosial. Bagikan juga pengalaman Anda mengatur manajemen keuangan keluarga setelah menikah pada kolom di bawah ini.
[1] Zapfinance.co.id, 11 Oktober 2013,
[2] detik.com, 20 November 2014
[3] pritaghozie.com, 1 November 2012
[4] pritaghozie.com, 16 Oktober 2013
[5] op cit, detik.com, 20 November 2014
[6] ibid