Walaupun mengorbit sejauh 240.o00 mil dari Bumi, secara periodik, Bulan kemungkinan dapat masuk ke dalam atmosfer Bumi. Studi terbaru menunjukkan bahwa oksigen dari Bumi kemungkinan dapat berpindah ke Bulan, lalu tersimpan di bawah lapisan kerak bulan. Proses ini nampaknya telah terjadi selama 2,4 milyar tahun, sejak oksigen pertama kali terbentuk di sekitar plantet kita. Artinya, lapisan kerak bulan bisa jadi mengandung partikel yang berasal dari atmosfer Bumi sejak zaman purbakala.
Menurut studi yang diterbitkan Senin, 30 Januari 2017 di Nature Astronomy ini, perpindahan oksigen dari atmosfer Bumi ke permukaan Bulan ini sekiranya terjadi hanya selama beberapa hari di antara 27 hari yang dihabiskan Bulan untuk mengorbit Bumi. Hampir sepanjang waktu, Bulan secara konstan terpapar oleh solar wind (angin matahari), aliran cepat partikel bermuatan yang berasal dari Matahari. Namun untuk lima hari dalam orbitnya, Bulan melewati ekor magnetosfer Bumi, bagian planet bermedan magnet yang terbentang di sisi luar Bumi yang tak terpapar Matahari. Ekor ini menghalangi Bulan dari solar wind, dan memungkinkan ion-ion oksigen bermuatan dari Bumi untuk terserap ke dalam permukaan Bulan.
Artinya, Bulan yang selama ini dianggap sebagai “planet batu” yang tak bisa menunjang kehidupan selama ini telah terpapar oleh produk sampingan dari kehidupan di Bumi, faktanya, sumber dari sebagian besar oksigen di atmosfer Bumi berasal dari makhluk hidup, dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis. Oksigen biogenik dari Bumi, menurut astrofisikawan dari Univestitas Osaka Kentaro Terada, telah “mengkontaminasi” permukaan Bulan.
Para ilmuwan sebetulnya sudah mencurigai adanya proses yang sudah berlangsung selama milyaran tahun ini, namun sebelumnya mereka belum memiliki cukup bukti untuk menunjang hipotesa tersebut. Para peneliti juga menemukan komponen atmosferik lainnya, seperti nitrogen dan gas mulia, juga tersimpan di lapisan kerak Bulan dengan cara yang sama ketika meneliti sampel tanah dari Bulan. Terada dan timnya menemukan perpindahan partikel oksigen ini setelah melihat data yang dikumpulkan pesawat ulang-alik pengorbit bulan milik Jepang, SELENE.
Pesawat yang diluncurkan tahun 2007 dengan kode nama Kaguya ini membutuhkan waktu setahun delapan bulan untuk mengetahui evolusi dan asal muasal satelit Bumi tersebut. Ilmuwan menemukan sesuatu yang menarik setiap kali Bulan dan pesawat tersebut melalui lembaran plasma (plasma sheet) Bumi, lapisan plasma yang panas dan mengandung partikel-partikel bermuatan, yang terperangkap di ekor magnetosfer planet ini.
Alat pendeteksi plasma di pesawat Kaguya berhasil mengambil sejumlah besar ion oksigen berenergi tinggi. Karena ion-ion tipe seperti itu hanya terambil ketika Bulan sedang melewati lembaran plasma, Terada dan timnya menyimpulkan bahwa oksigen yang ada di Bulan berasal dari Bumi, bukan dari partikel di angin matahari.
Menurut studi tersebut, kandungan oksigen dari atmosfer Bumi dapat bocor keluar ke magnetosfer (gelembung medan magnet yang mengelilingi planet kita), dan oksigen tersebut bisa memanas dan digerakkan dengan cepat oleh medan listrik dan gelombang plasma. Setelah itu, oksigen bisa berpindah dengan cepat ke permukaan Bulan.
Walapun Kaguya telah mendetekso oksigen berenergi tinggi, peneliti percaya ion-ionnya mampu masuk ke dalam lapisan kerak bulan sedalam 100 hingga 1.000 nanometer.
“Melalui simulasi, kita bisa tahu bahwa ion yang memiliki energi tinggi bisa melakukan penetrasi ke dalam tanah Bulan,” kata Terada, seperti dilansir dari The Verge, Selasa, 31 Januari 2017.
Hal itu kemudian menjelaskan mengapa isotop-isotop oksogen yang ditemukan di dalam batu-batu di bulan identik dengan isotop-isotop yang ada di lapisan ozon Bumi. Namun, Terada dan timnya berpendapat mungkin sulit untuk menggunakan sampel tanah bulan untuk mempelajari atmosfer bumi pada ribuan tahun lalu, karena akan sulit untuk membedakan oksigen dari angin matahari dan angin bumi di tanah Bulan.
Bulan sebelumnya diperkirakan terbentuk dari puing-puing sisa tabrakan Bumi dengan planet lain seukuran Mars yang terjadi sekitar empat milyar tahun lalu. Sejak pembentukannya, Bulan telah memberi pengaruh fisik pada Bumi, mempengaruhi pasang surut air laut dan menstabilkan sumbu rotasi planet kita.
Studi kali ini menemukan salah satu dari banyak cara unik Bumi terhubung dengan Bulan. “Walau dipisahkan oleh jarak, sistem Bumi dan Bulan telah berevolusi secara bersamaan, tak hanya secara fisik, tapi juga secara kimia,” kata Terada.