Ojek berbasis aplikasi di Indonesia pertama kali dimulai oleh Go-Jek. Sejak awal rilis aplikasi ini sudah mendukung pembayaran dengan tunai maupun dengan isi ulang saldo (top-up). GrabBike menyusul hadir dengan pilihan pembayaran hanya tunai. Belakangan UberMotor pun meluncur di Indonesia. Mengikuti sistem yang sudah digunakan Uber untuk kendaraan mobil, UberMotor sejak awal sudah menyediakan pembayaran dengan kartu kredit. Langkah ini diikuti dengan GrabBike, namun tidak dengan Go-jek.
Saldo yang Raib
Beberapa kali muncul kabar tentang saldo isi ulang Go-Jek yang raib. Lalu ada lagi berita tentang ribuan akun Go-Jek yang kabarnya dibobol. Tidak ayal hal ini membuat banyak pelanggan yang menjadi was-was dengan saldo mereka di akun Go-Jek -yang notabene senilai dengan jumlah uang yang mereka transfer. Untungnya saldo isi ulang ini nilainya terbatas. Jadi sesial-sialnya, maksimum uang yang hilang “hanya” sebesar yang diisi ulang oleh pengguna.
Lalu bagaimana dengan ojek berbasis aplikasi yang mendukung pembayaran dengan kartu kredit? Contohnya GrabBike dan UberMotor. Perlu diingat, tidak seperti saldo isi ulang, pembayaran dengan kartu kredit nilai maksimalnya bisa saja mencapai batas maksimum penggunaan kartu kredit. Ini berarti batas maksimumnya hingga belasan juta hingga ratusan juta. Jika ada pengguna maupun pengemudi yang tidak cermat (baik sengaja atau tidak sengaja), bisa saja tagihan di kartu kredit pengguna membumbung tinggi.
Bukan isapan jempol, hal ini sudah pernah terjadi. Kasus yang cukup mencuat beberapa waktu lalu adalah seorang pengguna Uber yang bernama Dolly, ditagih hingga lebih dari Rp 500 ribu untuk perjalanan yang biaya sebenarnya hanya puluhan ribu rupiah saja. Saya sendiripun sudah pernah 2 kali mengalami kejadian seperti ini. Hanya saja nilainya tidak mencapai sebesar itu. Perlu digaris bawahi baik Dolly maupun saya akhirnya mendapatkan refund dari Uber setelah beberapa hari.
Siapa yang Paling Dipercaya?
Dengan kejadian seperti di atas, tentunya ada kekhawatiran di para pengguna tentang keamanan transaksi mereka. Melihat hal itu, beberapa waktu lalu saya melakukan survei di Twitter. Tujuannya untuk mengetahui siapa penyedia layanan ojek berbasis aplikasi yang dipercaya pengguna untuk pembayaran dengan kartu kredit. Pilihannya Go-Jek, Uber (Motor), GrabBike, atau tidak semuanya.
Hasilnya, ternyata 45% responden tidak percaya satupun dari penyedia layanan ini. Tetapi uniknya ini diimbangi dengan 44% responden yang percaya dengan Uber. Sayangnya survei sederhana ini tidak dilengkapi dengan catatan alasan dibalik pilihan mereka.
Walaupun responden survei ini sangat sedikit (202 pemilih), setidaknya ini menunjukkan indikasi bahwa GrabBike dan Go-Jek masih sangat kurang dipercaya untuk transaksi pembayaran dengan kartu kredit.
Di sisi lain, ini sekaligus menjadi catatan positif bagi Uber. Walaupun beberapa kali terjadi kasus tagihan kartu kredit yang membengkak akibat perjalanan dengan Uber, ia masih jadi satu-satunya penyedia layanan “ojek online” yang dipercaya untuk transaksi dengan kartu kredit. Menurut saya ini karena tindakan Uber yang tidak segan-segan untuk segera mengembalikan dana penggunanya jika terjadi tagihan yang berlebih. Walaupun responnya tidak secepat di masa-masa awal Uber meluncur di Indonesia, setidaknya ini memberi kesan yang positif di mata pengguna.