Home  »  Tips & Guide   »  
Tips & Guide

Kenali 5 Jenis Pajak Saat Membeli Properti

Kebutuhan rumah di Indonesia mencapai angka yang cukup besar, yaitu sekitar 15 juta unit per awal tahun 2015.[1] Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan pesatnya peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan properti yang kian meningkat dipandang sebagai kesempatan bagi pemerintah untuk menaikkan pendapatan pajak. Jenis pajak properti menjadi salah satu pajak yang perubahannya sedang direncanakan pada RAPBN 2015.[2] Perubahan ini akan membuat pajak penghasilan dari rumah senilai di bawah 10 miliar Rupiah akan jauh lebih ringan daripada pajak rumah mewah.

Rumah pribadi adalah proteksi untuk kestabilan finansial keluarga Anda, maka tak perlu ragu untuk merencanakan kepemilikannya mulai dari sekarang. Kenali terlebih dahulu lima jenis pajak properti berikut yang harus dilunasi saat membeli rumah.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Menurut Undang-Undang nomor 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya Pajak Bumi dan Bangunan ditentukan oleh keadaan tanah atau bangunan sebagai suatu objek pajak. Bukan hanya mencakup bangunan rumah saja, Objek PBB juga meliputi properti lain seperti lahan kosong, tempat usaha, sawah, atau objek properti lainnya yang tidak digunakan untuk kepentingan umum.[3] Properti publik seperti rumah ibadah, rumah sakit, sekolah dan panti asuhan adalah beberapa objek bebas Pajak Bumi dan Bangunan.

Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada pihak penjual objek pajak dengan asumsi penjual mendapatkan penghasilan dari transaksinya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2008, nilai PPh ditetapkan sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan objek pajak. Sementara pengalihan hak untuk Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana senilai lebih dari 60 juta Rupiah dikenakan PPh senilai 1% dari bruto nilai pengalihan.[4]

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan kepada pihak pembeli objek pajak dengan asumsi pembeli mendapatkan nilai tambah dari properti yang dibelinya. Penetapan jumlah PPN akan didasari nilai transaksi objek pajak yang sebenarnya. Namun apabila nilai transaksi berada di bawah standar NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), maka standar NJOP yang akan jadi acuan penetapan PPN.[5]


Bea Balik Nama (BBN)

Proses balik nama atas kepemilikan objek properti harus dilakukan setelah proses transaksi jual beli selesai. Tujuannya untuk memperbarui status kepemilikan objek pajak sesuai dengan identitas Anda sebagai pemilik baru. Anda harus menyiapkan sejumlah berkas kelengkapan serta biaya untuk mengurus BBN di kantor pertanahan setempat.[6]

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Pembayaran BPHTB dilakukan sebagai syarat terjadinya perpindahan hak atas suatu objek properti. Nilai BPHTB ditetapkan sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Cara pembayaran BPHTB dilakukan dengan mengisi Surat Setoran BPHTB, yang dikenal dengan sebutan SSB, di kantor pelayanan PBB tanpa harus menunggu Surat Keputusan Pajak (SKP) terlebih dahulu.[7]

Ingin mengetahui lebih lanjut tentang jenis pajak dan aturan pajak properti yang baru? Jangan ragu untuk mengirimkan pertanyaan Anda kepada Para Ahli Futuready di sini!

 

 


[1]ekbis.sindonews.com, 20 Januari 2015

[2]thejakartapost.com, 25 Februari 2015

[3]pajak.go.id

[4]pajak.go.id, 16 September 2013

[5]pajak.go.id, 16 September 2013

[6]hukumproperti.com, 12 Juli 2010

[7]organisasi.org, 6 Mei 2007