Citra seperti itu mau tidak mau terus melekat di kepala orang-orang Indonesia. Sehingga, apabila ada yang tidak umum atau berbeda dari “aturan” pada biasanya, misalnya ke kantor tapi mengenakan kaos, jam kerja yang tidak teratur atau bahkan tanpa jam kerja sama sekali tentu akan membuat orang berpikir orang tersebut tidak bekerja atau minimal bertanya-tanya, apa sesungguhnya pekerjaan dia?
Entah akhirnya diterima atau tidak, faktanya di dunia ini teknologi ini semakin berkembang dan hal tersebut mempengaruhi berbagai kehidupan manusia. Salah satu di antaranya menyangkut gaya hidup dan cara manusia dalam bekerja. Kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi yang serba instan dan dinamis memunculkan satu tren model bekerja secara nomaden. Dalam arti, sebuah pekerjaan dilakoni oleh seseorang tanpa harus berangkat ke kantor tiap pagi dan pulang sore hari. Mereka bebas melakukannya di mana saja.
Otomatis, hal ini juga memberikan kebebasan pada mereka akan mengerjakannya bagaimana dan kapan. Prinsipnya, yang penting pekerjaan itu selesai. Orang-orang ini dikenal dengan istilah digital nomad.
Digital nomad berasal dari kata digital dan nomaden yang kemudian diserap dalam arti orang yang bekerja secara berpindah-pindah tanpa punya satu kantor tetap. Menggunakan istilah digital karena umumnya mereka bekerja di sektor digital dan menggunakan berbagai teknologi digital yang memungkinkan pekerjaan tersebut tetap berjalan meski dilakukan dalam jarak jauh.
Membaca tren digital nomad di dunia
Meski model bekerja seperti ini belum terlalu umum di Indonesia, faktanya di dunia ini sudah tak sedikit orang yang melakoninya. Baru-baru ini, Temasek bahkan merilis sebuah video yang di antaranya menyebutkan bahwa di tahun 2020 nanti, sebanyak hampir 50% pekerja di Amerika Serikat memilih menjadi freelancer. Tentu ada banyak pertimbangan mengapa sebagian besar orang di negara paling maju di dunia seperti Ameria Serikat memilh untuk menjadi freelancer dibanding bekerja kantoran seperti biasa.
Hal ini bisa dipahami mengingat pekerjaan sebagai freelancer memang memberikan kebebasan kepada seseorang untuk melakukan pekerjaannya. Ia tidak dituntut dengan jam kerja yang ketat dan tidak dituntut dengan aturan-aturan kantor yang aneh seperti keharusan berseragam, dan lain-lain. Selain itu, bekerja tanpa harus hadir di kantor dapat menghemat waktu, terutama jika Anda berada di kota besar yang arus lalu lintasnya cukup padat.
Hal-hal lain yang menjadi keuntungan adalah bekerja secara nomaden memberikan Anda perasaan tenang dan rileks karena dalam bekerja Anda diberi kebebasan untuk melakukannya di mana saja. Apakah mau dikerjakan di rumah bersama keluarga, di kafe sambil menikmati kopi favorit, bahkan di tempat wisata sekalipun. Kondisi yang rileks membuat produktivitas seseorang makin meningkat dan hal ini tentu berimbas positif bagi pekerjaan meski itu tidak dilakukan di kantor.
Digital nomad sebagai pilihan pekerjaan masa depan
Semakin berkembangnya teknologi pada akhirnya memang tidak menutup kemungkinan untuk apapun bisa terjadi. Termasuk dalam hal pekerjaan di mana kini seseorang dapat melakukan suatu pekerjaan tanpa harus ke kantor bahkan bisa sambil traveling. Di Indonesia, meski belum banyak orang yang melakoni jenis pekerjaan ini, tetapi sudah ada tempat-tempat yang banyak didatangi oleh orang lain yang bekerja nomad, seperti misalnya Ubud ataupun Yogyakarta. Jika perihal kemacetan kelak menjadi hal yang menghambat produktivitas dan segala sesuatu menjadi sangat tergantung pada kehidupan kota yang semakin padat, barangkali menjadi digital nomad bisa menjadi salah satu alternatif solusi pekerjaan di masa depan.