Oktober lalu, Blackberry meluncurkan Priv, sebuah smartphone dengan sistem operasi Android dengan keyboard fisik yang dipercaya dapat memikat para konsumen Android yang tidak terbiasa menggunakan keyboard virtual. Selain itu, dengan DTEK™ by BlackBerry® for Android™, Priv menjanjikan proteksi dan keamanan tingkat tinggi bagi penggunanya.
Sayangnya pada kenyataannya, di pasaran Priv gagal dan terseok-seok dari segi penjualan. Hal ini dilaporkan langsung oleh eksekutif AT&T (American Telephone & Telegraph), mitra terlama Blackberry. “Penjualan Blackberry Priv sangat buruk … kami menerima banyak pengembalian karena produk tidak sesuai harapan,” tutur eksekutif yang tidak mau disebutkan namanya kepada Cnet.
Berdasarkan info dari Extreme Tech, kegagalan Blackberry ini disebabkan karena perkembangan keyboard virtual yang maju pesat dan mayoritas konsumen yang sudah beradaptasi dengan keyboard tersebut. Dengan keyboard virtual, pengguna bisa dengan cepat mengubah input, menyertakan emoji dan lain-lain. Sehingga, proses pengetikan pun terbilang lebih efisien ketimbang menggunakan keyboard fisik. Selain itu, berhubung hampir semua pembeli Priv adalah penggemar berat Blackberry, kebanyakan dari mereka tidak suka menggunakan Android.
Eksekutif AT&T juga menambahkan bahwa harga yang dipatok Blackberry terlalu tinggi. Pada saat dipasarkan, Blackberry Priv dibanderol sebesar $749 (setara Rp 9,9 juta), tapi pada saat pre-order di hari berikutnya, Blackberry menurunkan harganya menjadi $699 (setara Rp 9,2 juta).
“Tidak begitu banyak ruang untuk pertumbuhan di segmen premium, karena produk Apple dan Samsung masih mendominasi,” tutur eksekutif tersebut.
Penurunan penjualan Blackberry dapat terlihat pada laporan April lalu. Di laporan tersebut, Blackberry hanya mampu menjual 600.000 unit (termasuk Priv dan Blackberry 10) pada kuartal keempat, di bawah ekspektasi awal yang mereka patok sebesar 850.000 unit.
Pada Oktober lalu, CEO Blackberry, John Chen menyatakan bahwa perusahaannya akan keluar dari bisnis ponsel jika Blackberry tidak bisa menuai keuntungan di tahun 2016 dan fokus pada bisnis software.
“Kami melakukan apapun yang realistis untuk melayani konsumen. Meskipun kami tidak berada di bisnis handset, membuat sistem keamanan bagi Android bisa jadi merupakan sebuah solusi bagi kami.”
Kita lihat saja apakah BlackBerry bisa belajar dari pengalamannya dan bangkit lagi dari keterpurukannya.