Departemen Tenaga Kerja AS mengklaim pada hari Jumat (4/8) lalu bahwa Google telah menerapkan perbedaan gaji berdasarkan gender, dengan kesenjangan yang “ekstrim” bagi seluruh tenaga kerjanya.
Tuduhan itu bermula dari investigasi yang sedang berlangsung mengenai praktik penggajian di perusahaan raksasa teknologi itu, menurut laporan The Guardian. Tuduhan tersebut mengemuka selang tiga hari setelah perusahaan tersebut merayakan Equal Pay Day.
Google dengan tegas membantah tuduhan bahwa perempuan yang bekerja di perusahaan menghadapi “perbedaan kompensasi yang sistemik.”
Seorang pejabat departemen memberi kesaksian di sebuah ruang sidang di San Francisco minggu ini bahwa mereka punya cukup “bukti kuat” untuk mengajukan tuntutan atas diskriminasi dalam hal upah tersebut. Depnaker AS pertama kali mengajukan tuntutan terhadap Google pada bulan Januari dalam upaya memaksa perusahaan tersebut untuk menyerahkan data gaji sesuai dengan undang-undang anti-diskriminasi.
“Analisis pemerintah pada saat ini menunjukkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan di Google cukup ekstrem, bahkan di industri ini,” kata direktur regional Departemen Tenaga Kerja Janette Wipper di pengadilan pada hari Jumat, seperti dikutip dari The Guardian.
Perusahaan tersebut mengklaim pada hari Selasa bahwa mereka telah menutup kesenjangan gaji atas dasar gender di kantor Google seluruh dunia. Hal ini disampaikan melalui sebuah tweet yang dalam rangka memperingati Equal Pay Day.
Masalah ini menjadi heboh setelah laporan tentang seksisme sistemik di lingkungan kerja Uber terhadap pegawai wanita dipublikasikan. Lagi-lagi, masalah bias gender di industri teknologi menjadi sangat mengkhawatirkan.
Pada kenyataannya, jumlah karyawan pria memang jauh lebih banyak daripada wanita di Silicon Valley—terutama untuk posisi pekerjaan teknis dan posisi kepemimpinan strategis (strategic leadership). Dengan adanya pemberitaan mengenai ketidak-adilan di sisi gaji di salah satu perusahaan terbesar di industri teknologi—dan di dunia— ini, ini akan sangat menghebohkan dan bisa jadi membuat sebuah perubahan yang signifikan.
Laporan mengenai keberagaman (diversity) terbaru dari kantor Google mengungkapkan bahwa hanya 31 persen karyawannya adalah perempuan. Wanita hanya memiliki satu dari lima peran teknis dan seperempat pos kepemimpinan.
Erica Baker, mantan insinyur Google, sebelumnya telah mencoba mengumpulkan data gaji karyawan di Google. Data yang dia kumpulkan tidak sesuai dengan klaim Google tentang upah yang mereka berikan dalam angkatan kerjanya.
Departemen Tenaga Kerja telah mengumpulkan informasi gaji dari Google sejak akhir 2015. Perusahaan tersebut kemudian menyerahkan beberapa perangkat data yang diminta dan, pada satu titik akhirnya mengizinkan regulator untuk mewawancarai karyawan di markas Googleplex mereka di Mountain View, California.
Menurut blog teknologi hukum The Recorder, Google sudah mengambil langkah sebagai tindak lanjut; meminta profil terperinci setiap karyawan, termasuk riwayat pekerjaan dan gaji, informasi kontak pribadi, dan penawaran dari pesaing.
Google mengatakan dalam sebuah pernyataan pada saat pengajuan tuntutan bahwa mereka menolak permintaan tersebut karena “berada di luar cakupan” dan merupakan bentuk pelanggaran privasi pekerja.
Seorang pengacara yang mewakili Google yang dituduh dalam dengar pendapat Jumat bahwa permintaan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak Amandemen Keempat, yang melindungi warga negara dari “penguntitan” yang tidak masuk akal.
Google tidak segera memberikan komentar.
Departemen Tenaga Kerja AS sendiri menyatakan bahwa mereka berhak atas semua informasi ini karena Google secara teknis merupakan kontraktor federal. Depnaker telah meminta pengadilan untuk membekukan kontrak perusahaan, dan mengancam untuk mencabutnya jika Google tak patuh.