Para peneliti dari Durham University dan UK’s Nautical Almanac Office mengungkapkan hasil penelitian mereka mengenai gerhana dan peristiwa di langit lainnya. Menurut mereka, dari gerakan bumi sejak 200 juta tahun memperlihatkan orbit bumi yang masuk pada mode lambat. Sehingga mereka memperkirakan bahwa waktu sehari di bumi akan menjadi 25 jam di masa depan.
Namun, beberapa peneliti sudah tidak menjadikannya tambahan data karena penelitian tersebut termasuk kategori kuno. Namun semenjak 27 abad yang lalu, beberapa peneliti mulai kembali melirik gerakan orbit bumi yang mulai melambat ini.
Selain itu, gerakan bumi bertambah dua milidetik per abad. Jika terus seperti ini, dalam satu hari kemungkinan akan bertambah satu jam lebih lama di masa depan. Dengan kata lain, dalam satu hari menjadi 25 jam.
Salah satu peneliti dan juga penulis laporan penelitian, Leslie Morrison, mengatakan proses orbit bumi sangat lambat. Penyebabnya adalah karena ada kekuatan geofisika yang beroperasi pada rotasi bumi. Kekuatan inilah yang membuat gerakan bumi selama satu hari tidak selalu konstan dan memakan waktu lebih panjang.
Kendati demikian, Anda tidak perlu cemas. Karena menurut Morrison, proses perlambatan tersebut masih lama terjadi. Peneliti mendapatkan kesimpulan itu setelah melihat sejarah yang ada mulai dari 720 sebelum masehi hingga 2015.
Morrisson yang merupakan pensiunan astronom dari Royal Greenwich Observatory menyatakan bahwa orbit bumi tidak akan melambat secepat yang diperkirakan peneliti pada awalnya. Sebelumnya, mereka memperkirakan bahwa bumi perlu 5,2 juta tahun untuk menambahkan satu menit dalam sehari.
“Ini hanyalah perkiraan. Karena kekuatan geofisika beroperasi pada rotasi bumi tidak akan selalu konstan selama suatu jangka waktu yang panjang,” kata Morrison.
Tim ahli menggunakan teori gravitasi tentang pergerakan bumi mengelilingi matahari, dan bulan mengelilingi bumi, untuk menghitung waktu gerhana bulan dan matahari dari waktu ke waktu, seperti yang terlihat dari bumi. Kemudian, mereka menghitung dari mana bumi akan terlihat dan membandingkan ini untuk pengamatan gerhana yang dicatat oleh Babilonia, China, Yunani, Arab, dan Eropa di abad pertengahan.
Rotasi bumi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perubahan bentuk karena menyusutnya es di kutub sejak zaman es terakhir. Hal lain yang mempengaruhinya adalah termasuk interaksi elektromagnetik antara mantel dan inti, serta perubahan permukaan laut.
Selain itu, agar tidak membuat masyarakat khawatir tentang hasil penelitian ini, peneliti pun mengadakan survei. Caranya adalah dengan menanyakan ‘Apa yang akan saya lakukan jika waktu bertambah 1 jam?’. Hasilnya, hampir semua responden menjawab tidur atau beristirahat.
Bumi Pernah Bertambah 1 Detik Sehari pada 30 Juni 2015
Sebelumnya, pada 30 Juni 2015, satu hari di bumi pernah lebih dari 24 jam. Tepatnya 24 jam 1 detik berkat penambahan detik kabisat. Satu detik tersebut perlu ditambahkan setelah pukul 23:59:59 agar waktu di bumi sama persis dengan jam atom.
Sebagai informasi, jam atom merupakan pengukur waktu dengan keakuratan tingkat tinggi yang dipakai untuk perhitungan waktu teknologi canggih, seperti radio dan internet. Jam spesial ini menjadi pengukur waktu harian bumi kedua setelah rotasi bumi itu sendiri.
Lantas, mengapa detik kabisat diperlukan? Masalah muncul saat putaran bumi yang cenderung melambat akibat berbagai faktor alam. Misalnya gaya tarik planet (termasuk bulan dan matahari), pergerakan lempeng bumi, gempa, gunung meletus, dan melelehnya es kutub. Bumi berputar lebih lambat 2,5 mili detik per hari sejak tahun 1820. Imbasnya, di tahun 1972, jam atom lebih cepat 10 detik dari rotasi bumi.
Sebagai kompensasi melambatnya perputaran bumi itu, ilmuwan perlu menambahkan ‘detik kabisat’ di jam dunia selama beberapa kali. Dan waktu yang biasa dipilih adalah pertengahan tahun, atau akhir Juni 2015.
“Singkatnya, perputaran bumi semakin lambat. Sehingga di hari itu (30 Juni 2015) tidak lagi mempunyai 86.400 detik, tetapi 86.401 detik,” ujar Nick Stamatakos, ilmuwan dari US Naval Observatory, seperti dilansir dari The Telegraph.