Oleh: dr. Adithia Kwee
Anggota Redaksi Medis KlikDokter
Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu penyakit ganas yang menyerang wanita selain kanker payudara. Di Indonesia, setiap tahun ada sekitar 500.000 kasus baru dan 250.000 di antaranya meninggal dunia.
Salah satu penyebab tersering dari kanker serviks adalah Human Papiloma Virus (HPV). Kanker ini banyak terjadi pada usia 30-45 tahun. Faktor risiko ini meningkat pada wanita yang haid pada usia dini serta pada wanita yang hingga tua tidak mempunyai anak.
Gejala kanker serviks sulit diidentifikasi pada stadium awal. Gejala umum ditemukan pada stadium lanjutan adalah perdarahan pada vagina tanpa sebab, keluarnya cairan berwarna putih susu hingga kehijauan disertai dengan bau aneh dari vagina serta siklus menstruasi yang sangat tidak teratur. Gejala tersebut juga biasanya disertai dengan penurunan berat badan yang drastis.
Gejala dan keluhan akan muncul ketika kanker serviks telah berada pada stadium yang lebih lanjut. Gejala-gejala yang perlu diwaspadai antara lain:
1. Keputihan kronik yang berbau dan bercampur darah.
2. Perdarahan yang terjadi di luar masa menstruasi.
3. Periode menstruasi yang terjadi lebih lama daripada biasanya.
4. Perdarahan yang terjadi setelah masa menopause.
5. Perdarahan yang terjadi setelah melakukan hubungan seksual.
6. Perdarahan yang terjadi setelah pemeriksaan panggul atau pembersihan vagina (douching).
7. Nyeri di daerah panggul.
8. Nyeri saat melakukan hubungan seksual.
9. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Meski demikian, belum tentu orang dengan gejala tersebut pasti memiliki kanker serviks. Sulitnya mendeteksi gejala-gejala ini membuat kita harus waspada dan melakukan screening secara dini. Terutama bagi mereka yang memiliki keluarga yang pernah menderita kanker serviks.
Screening Kanker Serviks
Pemeriksaan screening bertujuan untuk menyaring tapi bukan diagnosa pasti. Jadi sifatnya harus mudah, terpercaya, dan efektif biaya (cost-effective). Ada 2 tes yang terbukti efektif untuk keperluan screening kanker serviks:
1. Pap Smear
Pemeriksaan pap smear bertujuan untuk mendeteksi perubahan sel yang dapat berkembang menjadi kanker apabila tidak ditangani dengan semestinya. Tes ini dapat mengenali tahap pra-kanker. Pada tahap pra-kanker, sel serviks sudah menunjukkan perubahan yang dapat dilihat di bawah mikroskop dengan pewarnaan Papanicolaou. Pemeriksaan ini dapat dilakukan di poliklinik atau praktek pribadi dokter.
Saat melakukan pap smear, dokter akan memasukkan alat dari logam yang disebut spekulum untuk melebarkan liang vagina. Hal ini membantu dokter mengamati vagina dan serviks, lalu mengambil sejumlah sel dan lendir di serviks dan sekitarnya. Bahan ini akan ditaruh di atas kaca obyek (pap smear konvensional) atau di dalam cairan (Liquid Based Cytology/LBC) untuk diperiksa di laboratorium. LBC adalah pengembangan dari pap smear konvensional dimana seluruh sel yang didapat dimasukkan ke dalam cairan sehingga tidak ada yang terbuang. Pemrosesannya menghasilkan hasil yang lebih memudahkan ahli patologi anatomi untuk menilai apakah sang pasien terkena kanker serviks. LBC meningkatkan sensitivitas temuan tahap pra-kanker dan mengurangi angka negatif palsu pap smear konvensional. Keuntungan LBC lain adalah dengan hasil tersebut dapat dilanjutkan ke tes HPV, sedangkan hasil pap smear konvensional tidak bisa lanjut ke tes HPV.
2. Tes HPV
Tes ini bertujuan untuk menemukan adanya virus HPV yang dapat menyebabkan perubahan sel serviks. Infeksi HPV adalah infeksi yang umum. Sekitar 50 – 80% wanita yang telah melakukan hubungan seks pernah mendapatkan infeksi HPV pada satu titik dalam hidupnya. Namun 90% infeksi HPV berhasil disingkirkan dalam waktu 8 bulan dengan imunitas tubuh yang baik.
Apabila dokter menganjurkan tes ini bersama dengan LBC, maka tes ini dapat menggunakan bahan periksa yang sama dengan LBC tadi. Tes ini mengidentifikasi adakah virus HPV dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction adalah teknik untuk memperbanyak DNA dengan menggunakan mesin). Teknik PCR dapat mengenali DNA virus HPV, bahkan dengan teknik hibridisasi tes HPV dapat mengenali genotype (susunan genetik) virus, baik jenis yang dapat menyebabkan kanker serviks maupun yang menyebabkan kutil kelamin. Dengan mengenali genotype virus HPV, dokter mendapat informasi apakah infeksi HPV menetap/persisten apabila ditemukan HPV genotype yang sama dalam 2 tahun berturut-turut. Tes HPV mempunyai sensitivitas yang lebih baik daripada pap smear dalam menemukan tahap pra-kanker lanjut. Sehingga pemeriksaan HPV dapat mengkompensasi hasil negatif palsu pada pemeriksaan pap smear yang dapat terjadi akibat kesalahan pengambilan bahan periksa dan deteksinya.
Pemeriksaan pap smear atau LBC dianjurkan untuk wanita yang telah melakukan hubungan seksual yang berusia 21 – 65 tahun. Sedangkan tes HPV dianjurkan untuk wanita yang berusia 30 – 65 tahun sebagai tambahan pemeriksaan pap smear/LBC, pemeriksaan LBC dan HPV pada saat yang bersamaan disebut co-testing. Apabila hasil kedua tes ini normal, maka kemungkinan untuk terkena kanker serviks dalam waktu 5 tahun ke depan sangat rendah sehingga bisa dilakukan 5 tahun sekali apabila hasil pap smear maupun HPVnya normal.
Selain screening dini, perlu juga dilakukan pencegahan dengan pemberian vaksin HPV sejak dini. Vaksin ini dapat diberikan pada wanita berusia 10-55 tahun. Vaksin ini biasanya diberikan tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam. Pada saat pemberian vaksin ini mungkin ditemukan sedikit efek samping, seperti demam hingga nyeri saat menstruasi.
Bagikan artikel ini pada keluarga dan kerabat di kotak jejaring sosial di bawah ini!