Home  »  Opinion   »  
Opinion

Ternyata, Kecanduan Smartphone Tidak Sepenuhnya Kesalahan Pengguna

[Foto: neurotracker.net]
Dulu, kegunaan ponsel mungkin hanya untuk sekadar menelepon dan mengirim pesan saja. Kehadiran perangkat ini tidak serta merta membuat penggunanya kecanduan. Namun entah mengapa, kini banyak pengguna yang kecanduan smartphone. Bahkan, ada julukan ‘zombie’ bagi mereka yang kerap menghabiskan waktu untuk bermain gadget sepanjang hari.

Lantas, apakah fenomena ini sepenuhnya salah dari para pengguna? Ternyata, itu tidak sepenuhnya benar. Sebab, para perancang dan pengembang di balik semua aplikasi populer di gadget memang sengaja merancang aplikasi yang bersifat adiktif.

Salah satu contoh bentuk adiksi yang sudah direncanakan tersebut adalah kegiatan scrolling yang tidak pernah berhenti, berbagi cerita dengan teman secara terus menerus, hingga memeriksa pemberitahuan secara berkala.

Metode pemasaran ‘penarik massa’ yang dibuat Nir Eyal, Hooked Model, bisa dikatakan bertanggungjawab atas ketergantungan pengguna terhadap smartphone. Eyal adalah seorang penulis sekaligus ahli marketing yang memang jago dalam merancang sikap pengguna smartphone. Eyal menjelaskan Hooked Model dalam bukunya yang berjudul Hooked: How to Build Habit-Forming Products (2013).

Eyal mendesain Hooked Model menjadi empat bagian, yakni trigger (pemicu), action (tindakan), variable reward (faktor hadiah), dan investment (investasi). Semakin sering pengguna melewati tahapan ini, maka semakin kuat kebiasaan yang terbentuk.


Trigger merupakan langkah awal dari sebuah kebiasaan. Terdapat dua jenis trigger, yakni internal trigger dan external trigger. Internal trigger adalah keinginan pengguna, sedangkan external trigger adalah apa yang mempengaruhi pengguna untuk melakukan tindakan tertentu.

Contoh internal trigger adalah rasa bosan. Biasanya, orang-orang akan memainkan ponsel ketika sedang bosan sehingga membutuhkan hiburan. Kemudian, tindakan memainkan ketika bosan ini membentuk sebuah kebiasaan. Sedangkan contoh external trigger adalah notifikasi. Setiap melihat simbol notifikasi pada ponsel, pengguna akan mengalami peningkatan dopamin (hormon kesenangan), sehingga buru-buru ingin membuka notifikasi tersebut.

Tahapan kedua adalah action. Action adalah semua hal yang dilakukan pengguna untuk mendapatkan penghargaan tertentu. Aktivitas tertentu seperti scrolling aplikasi, pencarian restoran, hingga menonton video di smartphone merupakan sebuah tindakan.

Misalnya saja aplikasi Tinder. Pengguna harus menyaring banyak orang saat hendak mencari pasangan. Geser ke kanan jika Anda tertarik dengan orang tersebut, atau geser ke kiri jika Anda tidak menyukai orang tersebut. Tindakan ini disebabkan pengguna sedang mengejar sebuah penghargaan, dalam hal ini berupa pasangan kencan.

Tahapan ketiga adalah variable rewards. Sebuah penghargaan yang diberikan kepada pengguna berdasarkan intensitas penggunaan aplikasi. Penghargaan ini hampir serupa mesin slot. Anda tidak mengetahui kapan akan mendapatkan hadiah. Kendati begitu, Anda harus terus bermain untuk mendapatkan hadiah tersebut.

Beberapa contoh penghargaan yang dikejar oleh pengguna adalah likes, retweets, komentar, dan kenaikan level permainan. Biasanya, sebuah aplikasi melakukan pembaruan secara berkala supaya penghargaan yang bisa diterima oleh pengguna dapat berubah-ubah dalam jangka waktu tertentu.

Tahap terakhir adalah investment. Segala hal yang dilakukan pengguna dan meningkatkan kemungkinan untuk terikat pada aplikasi tersebut. Beberapa contohnya adalah menggunggah foto, membeli fitur berbayar, mengisi profil pada sebuah aplikasi, dan memenangkan sebuah level permainan pada ponsel.

Salah satu contoh investasi yang adalah Facebook. Di media sosial ini, orang-orang dengan senang hati mengunggah foto-foto, berbagi macam hal dengan teman, dan lain sebagainya. Hal tersebut membuat pengguna memiliki keterikatan pada Facebook, mengingat banyaknya hal yang sudah mereka bagikan dalam Facebook tersebut.

Jadi, apakah Anda akan merasa bahwa fenomena ini adalah ‘ulah’ dari rancangan aplikasi mobile yang bersifat adiktif? Atau tetap merasa bahwa kecanduan smartphone itu memang sudah ada pada diri Anda?